Isra’ wal Mi’raj dan Pemilu 2024

Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.

Sebenarnya tidak ada yang baru dalam peristiwa Isra’  wal Mi’raj Nabi Muhammad, namun interpretasi peristiwa itu selalu di up date oleh para ulama dan disampaikan oleh para da’i kepada masyarakat secara berulang. Di Hulu Sungai Selatan, misalnya, di beberapa wilayah, bulan Rajab lebih meriah dari bulan Rabi’ al-awwal. Selama bulan rajab, minimal empat kali pada sebuah majelis (masjid dan mushalla) peringatan isra wa al-mi’raj dimeriahkan.

Lalu apa kaitannya antara peringatan Isra’ wal Mi’raj dengan pemilu.  Di samping waktunya yang berdekatan, ada sisi lain yang perlu kita renungkan. Pemilu tahun ini dilaksanakan tidak lama dari peringatan Isra’ wal Mi’raj 1445 H. Dalam kalender masehi, Isra wal Mi’raj diperingati 8 Februari, lima hari sebelum hari pencoblosan, 14 Februari. Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari dua peristiwa tersebut.

Isra’ wal Mi’raj adalah sebuah perjalanan datar yang panjang dan perjalanan naik yang sangat jauh ke ketinggian. Perjalanan datar menghantarkan Nabi Muhammad ke masjid yang jauh (aqsha = jauh) yang pada perjalanan tradisional ditempuh selama tiga puluh hari. Dalam aplikasi map, jarak tempuh antara Baitullah hingga Masjidil Aqsha Palestina berjarak  1.460,6 km, memerlukan 16 hari 42 menit dengan armada mobil melintasi pesisir timur laut merah. Dalam riwayat hadits, banyak yang dialami dan ditanyakan Nabi kepada malaikat Jibril dan Mikail. Melalui pengalaman dan dialog itu, Nabi mendapat banyak pengetahuan baru tentang lokasi geografis dan kehidupan.

Perjalanan datar horizontal dalam kehidupan sangat diperlukan untuk mendapat banyak pengalaman. Dalam pepatah “jauh berjalan banyak dilihat” mengisyaratkan bahwa pengalaman hidup adalah guru yang baik. Syukurnya sekarang, manusia dapat melakukan rihlah secara elektronik di samping secara manual. Dengan pengalaman pergaulan, manusia memahami perbedaan sebagai suatu fakta. Dari perbedaan, manusia dapat belajar tentang latar belakang perbedaan itu untuk akhirnya dapat mengambil sikap yang arif.

Mi’raj adalah perjalanan vertikal ke ketiggian. Nabi dibawa Tuhan ke dalam dunia yang sangat jauh di atas sana. Setelah sampai pada lokasi terjauh yang dapat dicapai makhluk (sidratul muntaha), Nabi dibawa ke “mustawan” (secara bahasa berarti keseimbangan), hingga melihat sorga dan neraka.  Perjalanan ke ketinggian ini seakan mengisyaratkan bahwa bagi seseorang yang mampu mencapai ketinggian tertentu dia akan berada dalam keseimbangan. Tidak ada sesuatu yang harus dicela atau dipuji, tidak ada sesuatu yang perlu dimarahi atau disayangi. Semua dilihat dalam keberadaan dan berjalan dalam kesahajaan dan keseimbangan.

Seperti layaknya saat kita memanjat gunung. Saat berada di kaki gunung,  kita melihat banyak aneka warna pohon dan daun, beratus bentuk akar dan tali, bermacam aroma daun dan bunga, bahkan bermacam bentuk pohon dan cabang. Namun, saat berada di puncak gunung, semua yang kita temukan beraneka dan bervariasi tadi lebur dalam sebuah warna yang indah, hijau sejuk memesona.

Begitulah kiranya pemilu yang kemaren kita ramaikan. Mungkin bagi sebagian anak bangsa masih terasa sebagai kegelisahan karena paslonnya akan kalah, di saat yang lain bersukaria melihat hitungan cepat yang mencatat paslonnya akan menang. Akan tetapi bagi orang yang luas pikiran, boleh jadi pesta pemilu ini hanya sebagian dari keindahan rimbunya hijau kehidupan yang dapat ditatap dari ketinggian. Semua berjalan dalam keseimbangan alam. Mari tetap semangat dalam persaudaraan untuk  menghadapi masa depan penuh harapan.