Bagan Serai

Oleh: Dr. H. Sukarni, M.Ag.

Tidak diragukan, orang Banjar di Malaysia cukup gemilang dalam prestasi di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, dan juga akademik. Saat melaksanakan Program Khidmat Masyarakat 4 – 8 Desember 2023 di Distrik Kerian, salah satu daerah setingkat kabupaten wilayah Perak, rombongan FEBI UIN Antasari saat keluar bandara internsional Penang langsung disambut hangat oleh “Kulaan” Banjar yang ada di Perak. Mereka siapkan tiga buah mobil (Malaysia, kereta) yang cukup mewah dan langsung dibawa ke salah satu Rumah Makan Khas Malaysia untuk menikmati “nasi kandar”, menu makanan melayu penuh bumbu yang berasal dari Pakistan. Mirip rasanya dengan masakan khas Timur Tengah.

Perjalanan dari bandara menuju lokasi kegiatan, Kampung Bagan Serai, memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Jalan luas dan mulus di tambah jembatan terpanjang di Malaysia, 24 km mengantar kami melewati laut dangkal yang memisahkan Pulau Penang dan daratan Malaysia. Sangat terkesan pembangunan infrastruktur jalan di Malaysia lebih diprioritaskan. Tuan rumah, sekaligus salah satu dari tiga sopir (Malaysia, pemandu) yang menjemput kami berusia hampir 70 tahun, namun kecepatan rata-rata mobil yang dia kendarai mencapai 100 km/jam. Dia bilang, di sini, sudah biasa rata-rata kecepatan mobil di jalan raya 80 – 100 km/jam. Kalau di jalan tol, lebih kencang lagi, tambahnya. Pikir saya, kalau terjadi kecelakaan dalam perjalanan karena laju yang melebihi rerata mobil di Banjarmasin, bias tinggal nama. Takut juga. Untuk menghalau kecemasan, sesekali kami tertawa bersama karena melafalkan bahasa yang sama namun kadang maknanya 180 berbeda, Banjar-Melayu. Seperti kata “pusing” dalam bahasa Melayu berarti berputar atau berkeliling, namun dalam bahasa Banjar bermakna sakit kepala.

Sesampai di Kampung Bagan Serai, kami menginap di homestay orang Banjar. Udara terasa sangat sejuk dan bersih. Pepohonan yang rindang dibelah jalan yang lebar, rumah-rumah penduduk berjejer jarang, serasa permukiman transmigrasi dengan luas lahan perorang tidak kurang dari 2 hektar, membuat polusi udara hampir zero. Tidak jauh dari homestay berdiri pondok tahfiz dan masjid tinggi. Saat waktu shalat hampir tiba, pengeras suara masjid mendengungkan bacaan Al-Quran. Dari kejauhan terengar seperti suara Nanag Qasim atau Muhammad Dong, qari ternama Indonesia. Selepas shalat fardu dibaca wirid panjang bersama dan bada subuh serta isya dilakukan salam salaman antar semua jamaan. Serasa di banua, gurau salah satu kawan.

Subuh pertama berada di Bagan Serai, 4 Desember 2023 kami manfaatkan untuk mengenal lebih dekat masyarakat sekitar melalui shalat subuh berjamaah di Masjid Tinggi Bagan Serai. Masjid ini merupakan bangunan baru terpisah dari bangunan masjid lama. Masjid lama tetap dipelihara sebagai warisan budaya. Jadi ada dua buah masjid yang berdekatan, satu sebagai warisan budaya dan satu sebagai tempat beribadah. Masjid lama ini dinamai dengan “Masjid Lawas” Di samping untuk menunjukkan usia masjid yang cukup tua, ratusan tahun yang lalu terbuat dari kayu ulin, masjid ini juga ingin menjadi simbol keterikatan masyarakat/jamaahnya dengan Kampung “padatuan” mereka yakni Banua Lawas Kelua, Tabalong. Arsitektur Masjid Lawas sama persis dengan Masjid Jami Banua Lawas. Eksisnya dua masjid ini menunjukkan bahwa masyarakat Banjar Malaysia memilki keterikatan emosional dengan tanah leluhurnya. Mereka sadar bahwa perjalanan panjang leluhur dari Kalimantan Selatan menuju semenanjung bukanlah suatu yang mudah. Ada faktor pendorong dan penarik dari sebuah penomena migrasi. Mungkin di samping faktor penjajahan, keinginan untuk mengadu nasib agar lebih baik menjadi pendorong mereka bermigrasi. Faktor penariknya adalah kesamaan topografi wilayah dan jumlah penduduk yang masih sedikit.

Setelah shalat subuh, ketua Kulaan Banjar Perak, Haji Jamaluddin memperkenalkan saya sebagai ketua rombongan dan menyilahkan untuk memberikan sepatah kata untuk menjelaskan maksud kunjungan. Suasana akrab terjadi dan disambung dengan jamuan makan pagi (makan baisukan) di rumah makan “Five Star” milik kulaan Banjar Haji Muhammad Zaini, berjarak kira-kira 5 km dari masjid Tinggi. Teh tarik dan masakan Arab, nasi biryani siap dihidangkan. Haji Zaini adalah seorang pengusaha sukses di Bagan Serai, asal kakek Beliau di Kelua Tabalong. Beliau punya super market, peternakan ayam, kebun kelapa sawit, biro perjalanan haji dan umrah dan lain-lain. Usia beliau sudah lebih dari 70 tahun dan nampak segar. Di sela-sela percakapan, saya bertanya amalan umur panjang dan sehat. Beliau mengatakan bahwa kebiasaan bangun sebelum subuh dan shalat berjamaah sudah lama dia amalkan. Kebetulan masjid berdiri kokoh di seberang tempat tinggal Baliau. Ini paninggalan dan nasihat arwah uma (ibu), jar sidin. Kita jadi teringat dengan baginda Nabi yang hampir tidak pernah sakit, meski aktivitas Beliau sangat padat seperti yang tergambar di ujung surah al-insyirah. Nabi Muhammad, dalam sebuah pendapat, diwajibkan Allah untuk shalat di akhir malam, seperti terbaca dalam surah al-Isra dan al-muzzammil. (bersambung)